Berbicara tentang agama keperercayaan dan begitu pula sebaliknya, terkadang sulit untuk membedakan mana agama dan mana kepercayaan. keduanya berlangsung sudah cukup lama dalam kehidupan manusia. Bahkan sejak sejarah manusia dimulai, disaat itu muncul suatu kepercayaan terhadap suatu objek yang dianggap suci, kesulitan membedakan antara agama dan kepercayaan sebenarnya terletak pada ajaran-ajarannya yang memiliki kesamaan. Kadang-kadang agama sulit dibedakan dengan kepercayaan, karena sering ditemukan ajaran sebuah kepercayaan terdapat dalam sebuah agama dan praktek atau sebuah agama terdapat pula dalam konsep kepercayaan.
Karena pembahasan tentang agama dan kepercayaan cukup banyak menarik minat para peneliti, maka saat ini kami akan melihat dan mengkaji bagaimana agama dan kepercayaan tersebut bisa melekat pada individu dan masyarakat. Bahkan masyarakat modern dan sekuler saat ini, agama atau kepercayaan masih tetap dipegang dan diamalkan secara langgeng dan kontiniu. Melihat semua itu dari kajian sosial adalah hal yang menarik karena di zaman global ini, muncul paradigma-paradigma baru tentang agama dan kepercayaan dalam masyarakat. Disaat manusia telah disibukkan dengan suatu hal yang bersifat keduniawian dan materi, maka timbul kerinduan dan kebutuhan terhadap sesuatu yang dianggap suci dan di yakini sebagai realitas mutlak yang dapat membantu manusia untuk dapat mewujudkan cita-citanya dan kembali sadar akan arti hidup yang sebenarnya. Sehingga nantinya agama dan kepercayaan akan terbentuk dalam sistem dan tatanan yang berlaku serta mengikat pada sebuah masyarakat.
Dalam makalah ini nanti dikemukakan berbagai pendapat mengenai agama dan kepercayaan, bentuk-bentuk kepercayaan dan agama, pengaruh dan peranan agama dalam masyarakat dan hal-hal lain yang dianggap penting dan berkaitan dengan masalah ini. Selanjutnya bahwa makalah ini tidak dapat memuat hal-hal yang begitu spesifik, dan detail karena dalam ilmu sosial, tentunya banyak sekali pendapat atau paradigma yang berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.
2. Agama dan Kepercayaan
Banyak sekali defenisi agama. Orang yang memiliki keyakinan agama yang berbeda akan mengartikan agama menurut versi agamanya masing-masing, misalnya penganut agama Islam akan Berbeda dengan penganut agama Hindu, atau yang lainnya ketika mendefenisikan agama. begitu juga dengan orang yang berbeda dalam latar belakang dan tingkat keilmuannya atau berbeda disiplin ilmunya, akan mengartikan agama sesuai dengan kapasitas keilmuannya. Orang sejarah akan berbeda mendefenisikan agama dengan orang yang berlatar belakang orang pendidikan, dan lain sebagainya.
Namun dari semua perbedaan diatas, dapat diambil sebuah titik simpul yang dapat menselaraskan semua defenisi-defenisi manusia tentang agama, bahwa agama merupakan kebutuhan dasar setiap manusia yang mempunyai kecenderungan untuk tunduk dan patuh terhadap tuhan dalam kehidupannya. Berikut ini akan dikemukakan beberapa defenisi tentang agama :
Agama adalah gejala yang begitu sering terdapat dimana-mana. Agama berkaitan dengan usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaannya sendiri dan keberadaan alam semesta. Menurutnya agama dapat membangkitkan kebahagiaan batin yang paling sempurna, dan juga perasaan takut dan ngeri, meskipun agama tertuju sepenuhnya kepada suatu dunia yang tidak dapat dilihat (akhirat) namun agama juga melibatkan dirinya pada masalah-masalah sehari-hari di dunia ini.
agama merupakan sumber gambaran-gambaran tentang dunia ini yang seharusnya; gambaran-gambaran yang berulang kali dapat ditafsirkan kembali untuk mengevaluasi pola-pola sosial yang baru malahan tak terduga. Kelanggengan agama berkaitan dengan kemampuannya untuk terus menerus menyesuaikan gambaran-gambaran taraf tertingginya terhadap situasi-situasi serta bentuk-bentuk kritik baru.
Suatu agama secara generik dapat dapat didefenisikan sebagai sebuah sistem simbol (misalnya kata-kata dan isyarat, cerita dan praktek, benda dan tempat) yang berfungsi agamis, yaitu suatu yang terus menerus dipakai partisipan untuk mendekat dan menjalin hubungan yang benar atau tepat dengan sesuatu yang diyakini sebagai realitas mutlak.
Dari defenisi diatas jelas terlihat bahwa agama mempunyai pengertian yang cukup luas dan menyangkut berbagai aspek dalam kehidupan, berbagai defenisi diatas merupakan sebagian kecil dari begitu banyak defenisi tentang agama. Nottingham menyatakan bahwa tidak ada defenisi agama yang benar-benar memuaskan. Karena satu hal, agama dalam keaneka ragamannya hampir tidak dapat dibayangkan itu, memerlukan deskripsi (penggambaran) dan bukan defenisi (batasan).
Dalam agama Islam, agama dikenal dengan kata Dien yaitu ajaran-ajaran atau pedoman yang ditetapkan oleh Allah SWT kepada umatnya melalui para utusannya (baca: rasul), untuk dilaksanakan dan bertujuan untuk keselamatan dan kesejahteraan umat Islam baik didunia maupun dialam akhirat kelak. Banyak lagi defenisi-defenisi lainnya mengenai agama yang dengan sendirinya dapat memperluas makna dan cakupan-cakupan agama itu sendiri.
3. Bentuk-Bentuk Kepercayaan dan Agama
Selanjutnya timbul pertanyaan, bagaimana dengan kepercayaan? Apakah kepercayaan itu sama dengan agama, kalau berbeda, manakah yang duluan muncul? Kepercayaan ataukah agama? Mengapa agama dan kepercayaan dapat timbul dalam kehidupan manusia ? pertanyaan yang bermacam-macam ini tentunya tidak mudah dijawab karena memerlukan berbagai macam jawaban juga. Munculnya agama dan kepercayaan menurut mustopo bahwa : Setiap orang merasa lemah menghadapi masalah-masalah tertentu, untuk itu dia membutuhkan kekuatan baru. Kekuatan baru itu tidak muncul dari dirinya. Muncullah harapan yang bermuara pada kepercayaan. Dengan demikian agama dan kepercayaan adalah kebutuhan-kebutuhan mendasar setiap orang.
Rudolf Otto, Ahli sejarah agama berkebangsaan Jerman yang menulis buku penting The Idea of Holy pada tahun 1917 percaya bahwa rasa tentang suatu yang gaib ini (numinous) adalah dasar-dasar dari agama : perasaan itu mendahului setiap hasrat untuk menjelaskan asal-usul dunia atau menemukan landasan bagi perilaku beretika : Kekuatan gaib dirasakan oleh manusia dengan cara yang berbeda-beda. Terkadang ia menginspirasikan kegirangan liar dan memabukkan, terkadang ketenteraman mendalam, terkadang orang merasa kecut, kagum dan hina dihadapan kehadiran kekuatan misterius yang melekat dalam setiap aspek kehidupan.
Terlihat disini bahwa manusia sebenarnya makhluk yang lemah, penakut dan bahkan cenderung membutuhkan sesuatu yang lebih kuat dari dirinya. Dengan keadaan demikian muncullah suatu keyakinan-keyakinan atau kepercayaan dengan sesuatu yang dianggap misterius dan diyakini jauh lebih kuat dan hebat dari manusia. Untuk mewujudkan keyakinan dan ketundukan manusia tersebut, timbullah suatu kegiatan-kegiatan atau upacara-upacara yang berbentuk pemujaan (cult) dan ibadat. Semua ibadat itu dilakukan manusia dalam bentuk-bentuk yang beragam sesuai dengan kepercayaannya.
Dalam mengamati kegiatan-kegiatan agama atau upacara-upacara dalam suatu kepercayaan, maka Kontjaraningrat mengatakan: pabah-pabah khususnya dalam ilmu gaib pada lahirnya sering tampak sama dengan sistem religius, baik bacaannya, tempat upacaranya, pemimpinnya dan waktunya, jadi agak sukar membatasi agama dan kepercayaan. Sedikit perbedaannya adalah pada saat melakukan keagamaan, manusia secara sadar menyerahkan diri kepada tuhannya. Sedangkan dalam kepercayaan, sering dilakukan secara tidak sadar.
Sementara itu Nottingham tidak menganggap bahwa kepercayaan itu berbeda dengan agama, jadi ada kepercayaan-kepercayaan yang terdiri dari syahadat-syahadat dan mitos-mitos (dongeng-dongeng) dan pengamalan-pengamalan (ibadat) yang terdiri dari upacara-upacara keagamaan dan peribadatan. Pernyataan ini sepertinya dapat memberikan gambaran bahwa dalam agama ada kepercayaan dan sebaliknya dalam konsep kepercayaan itu ada agama. Tetapi agama itu muncul berawal dari kepercayaan-kepercayaan terhadap sesuatu yang dianggap suci dan sakral. Disini kemudian kepercayaan-kepercayaan tersebut menjadi terorganisir dengan munculnya agama.
Setelah muncul dan berkembangnya agama, maka untuk mempertahankan eksistensinya. Selanjutnya agama mewujudkan suatu pelembagaan yang terdiri dari :
pemujaan (Cult) Yaitu hubungan yang dilakukakan dengan objek suci, baik secara sadar atau tidak sadar.
Pola-pola kepercayaan yang berkaitan dengan tingkat keyakinan atau tingkat intelektual
Rasionalisasi pola-pola kepercayaan, rasionalisasi ini membawa kepada pemahaman yang mendalam bagi penganut suatu agama.
Tampilnya organisasi keagamaan, diantaranya gereja, sekte-sekte dan lain sebagainya.
Dengan berkembangnya kebudayaan dan peradaban manusia, kepercayaan berkembang dan berevolusi sesuai dengan tingkat perkembangan manusia. Semakin rasional manusia, kepercayaan yang dimilikinya semakin tipis. Disini, kepercayaan selanjutnya digantikan oleh agama. Dalam memilih agama terkadang manusia semakin selektif karena agama yang timbul dari kepercayaan-kepercayaan tadi ternyata memberikan gambaran-gambaran yang berbeda, sehingga manusia dituntut untuk benar-benar memilih agama yang sesuai dengan kepercayaannya.
4. Pengaruh Dan Fungsi Agama Dalam Masyarakat
Agama mengambil peranan penting dalam keberadaan suatu masyarakat atau komunitas. Karena suatu agama atau kepercayaan akan tetap langgeng jika terus diamalkan oleh masyarakat secara kontiniu. Masyarakat adalah golongan besar atau kecil terdiri dari beberapa manusia, yang dengan atau karena sendirinya bertalian secara golongan dan pengaruh mempengaruhi satu sama lain. Dalam hal ini, melihat kepada kondisi masyarakat maka agama dapat dibedakan dalam dua tipe, yaitu : agama yang hidup dalam masyarakat sakral dan agama yang hidup dalam masyarakat sekuler.
Sumbangan atau fungsi agama dalam masyarakat adalah sumbangan untuk mempertahankan nilai-nilai dalam masyarakat. Sebagai usaha-usaha aktif yang berjalan terus menerus, maka dengan adanya agama maka stabilitas suatu masyarakat akan tetap terjaga. Sehingga agama atau kepercayaan mengambil peranan yang penting dan menempati fungsi-fungsi yang ada dalam suatu masyarakat. Dalam hal ini fungsi-fungsi agama dalam masyarakat ialah : Fungsi edukatif, penyelamat, perdamaian, kreatifitas, penumbuh rasa solidaritas, tranformatif, sublimatif, kontrol.
Beberapa fungsi agama bagi masyarakat, misalnya dalam fungsi edukatif, agama memberikan sebuah peluang kepada seseorang untuk dapat berperilaku baik sesuai dengan ajaran-ajaran agamanya. Karena pada dasarnya setiap agama mengandung nilai-nilai edukatif yang dianggap baik dan benar dalam sebuah agama atau dalam pandangan suatu masyarakat. Nilai-nilai pendidikan yang diajarkan oleh suatu agama dipegang oleh setiap pemeluknya untuk dapat diamalkan secara terus menerus, sehingga nilai-nilai pendidikan tersebut dapat diwariskan secara turun temurun dalam suatu masyarakat.
Sebagai fungsi penyelamat, agama memberikan pelayanan bagi pemeluknya untuk dapat menikmati kebahagiaan hidup didunia dan keselamatan bagi alam sesudahnya (alam Akhirat). Keabadian bagi kehidupan yang lain sesudah alam dunia sebenarnya menjadi tujuan beberapa agama, karena itu. Untuk menyelamatkan kehidupan manusia, maka agama memberikan suatu jalan keluar, yaitu berupa upacara-upacara keagamaan, perintah, peraturan-peraturan yang harus dilaksanakan oleh pemeluk suatu agama. Begitu juga dengan larangan-larangan yang harus ditinggalkan. dalam fungsi ini, sarana peribadatan (mesjid, gereja, pura, dan lain-lain) menjadi hal-hal yang sangat vital bagi terwujudnya upacara-upacara keagamaan dalam suatu masyarakat. Misalnya ritus, ibadah, kebaktian dan doa yang dipimpin oleh seorang pemimpin keagamaan.
Agama juga berperan untuk menciptakan suatu perdamaian bagi masyarakat dan sebagai alat yang dapat dijadikan sebagai penumbuh rasa solidaritas. Untuk menciptakan iklim damai tersebut, perlu dibentuk pranata-pranata sosial yang menjadi infrastruktur bagi tegaknya suatu perdamaian dalam masyarakat. Dalam hal ini peranan pemimpin keagamaan, seperti ulama, pendeta, kyai dan para jemaah agama, adalah sangat penting bagi terwujudnya suasana damai dan kondusif.
Mengenai hubungan agama atau kepercayaan dengan kreatifitas bahwa : kepercayaan / agama memberikan harapan bagi para penganutnya. Dengan harapan, orang berusaha membuat yang terbaik untuk membujuk yang dipercayai. Maka muncullah seni patung, seni lukis, seni musik dan sebagainya. Sebagai contoh bahwa beberapa agama atau kepercayaan ditemukan bentuk-bentuk kreatifitas yang berupa patung-patung dewa yang diukir dan dipahat pada sebuah batu atau tanah liat, dan ukuiran-ukuran yang terdapat dalam dinding goa, serta nyanyian-nyanyian yang gunakan untuk memanggil roh-roh dan sebagainya.
Proses tranformatif dan sublimatif agama dalam masyarakat sebenarnya termasuk kepada pengembangan dan pendalaman mengenai makna ajaran-ajaran keagamaan tersebut. Proses ini terjadi dalam sosialisasi dan transvaluasi doktrin-doktrin agama yang terdapat disekolah-sekolah, pesantren, mesjid, gereja dan sebagainya. Karena dalam suatu komunitas atau masyarakat agama, doktrin-doktrin keagamaan sangat penting bagi kehidupan agama sebagai penangkal terhadap nilai-nilai baru atau budaya yang datang dari luar. Dalam agama Islam misalnya, fungsi pesantren bagi tranvaluasi nilai-nilai ajaran agama Islam sangat berpengaruh sekali, sehingga produk-produk pesantren dalam hal ini para santri. Diharapkan dapat menjadi pengembang ajaran Islam dimasa depan, sekaligus dapat membendung nilai-nilai atau budaya-budaya yang dapat merusak ajaran Islam sendiri.
Perubahan sosial yang terjadi secara cepat, berpengaruh pada tatanan kepercayaan masyarakat. Dalam masyarakat, mudah sekali terjadi benturan-benturan antara satu agama dengan agama yang lain, sehingga sebuah konflik dalam masyarakat akan sangat berpotensi terjadi. Dalam hal ini Pengaruh nilai-nilai agama dan kepercayaan terhadap pengendalian konflik cukup penting. Hal ini dimungkinkan jika penganut agama dan kepercayaan itu konsen dengan ajaran dan anutannya. Untuk itu, dalam masyarakat heterogen, perlu adanya kesadaran-kesadaran untuk selalu menjaga ketenteraman dan menghilangkan konflik-konflik yang sifatnya agamis. Hal ini sudah dipraktekkan pada masyarakat modern, namun konflik-konflik masih sering terjadi antar pemeluk agama.
5. Kesimpulan
Agama merupakan suatu kebutuhan dasar setiap manusia, munculnya berbagai perasaan dalam diri manusia yang bersifat khayali dan imajiner, menjadi modal dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan suatu agama atau kepercayaaan. Agama muncul dari adanya kepercayaan-kepercayaan terhadap sesuatu yang dianggap suci dan menempati berbagai aspek dalam kehidupan manusia yang akhirnya suatu agama atau kepercayaan dapat melekat dan mengambil peranan penting pada seorang individu atau masyarakat.
Sebuah masyarakat yang mempunyai konsep-konsep kepercayaan, akan membentuk sebuah sistem baru, dimana ada norma-norma dan aturan-aturan agama yang melekat dan menjadi ciri khas dalam masyarakat tersebut. Begitu pentingnya peranan agama dalam masyarakat sehingga ada yang disebut dengan masyarakat agamis dan ada juga yang dikatakan sebagai masyarakat sekuler. Masyarakat sekuler memisahkan urusan-urusan dunia dengan nilai-nilai keagamaan, sedangkan masyarakat agamis adalah masyarakat yang meletakkan nilai-nilai yang disepakati oleh masyarakat tersebut berdasarkan tuntunan dan aturan agama yang dianut dalam masyarakat itu.
Sumber: http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/03/agama-dan-sistem-kepercayaan-masyarakat.html
kampus UG
- http://baak.gunadarma.ac.id
- http://carrer.gunadarma.ac.id
- http://community.gunadarma.ac.id
- http://ejournal.gunadarma.ac.id
- http://elearning.gunadarma.ac.id
- http://helpdesk.gunadarma.ac.id
- http://library.gunadarma.ac.id
- http://OCW.gunadarma.ac.id
- http://openstorage.gunadarma.ac.id
- http://papers.gunadarma.ac.id
- http://repository.gunadarma.ac.id
- http://sap.gunadarma.ac.id
- http://seminar.gunadarma.ac.id
- http://staffsite.gunadarma.ac.id
- http://studentsite.gunadarma.ac.id
- http://ugpedia.gunadarma.ac.id
- http://v-class.gunadarma.ac.id
- http://wartawarga.gunadarma.ac.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar